Punggawa Disdikbud Bantaeng Siapkan Hadiah Untuk Hari Jadi Bantaeng 768

 

Hadiah Hari Jadi Bantaeng 768.
Kadisdikbud Bantaeng (kiri) saat menghadiri Pembukaan Gebyar Bulan Bahasa tahun 2022 (19/11/2022).

AMBAE.co.idBantaeng. Hari Jadi Bantaeng di depan mata, seperti biasa, puncaknya diperingati tiap tanggal 7 Desember. Tahun ini memasuki usianya yang ke-768.

Adapun SD Negeri 7 Letta yang berlokasi di Jalan Dr Ratulangi, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng menyongsong Hari Jadi Bantaeng 768 (HJB 768) dengan menggelar Gebyar Bulan Bahasa, 19 hingga 23 November 2022. Kegiatan yang juga masih rangkaian peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-91 dan Bulan Bahasa itu, dibuka secara resmi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantaeng (Kadisdikbud Bantaeng), Drs Muhammad Haris MSi.

Dia menegaskan dalam sambutannya, akan mempersembahkan satu karya monumental di HJB 768. Carita Nikadoi, begitu dia menamainya, berharap hadiah itu mengejutkan karena bisa jadi yang pertama sekaligus mengawali bangkitnya cerita rakyat Bantaeng yang penuh warna.

“Saat ini kita sementara membangun. Bukan membangun, (tapi) mengumpulkan catatan-catatan cerita rakyat yang nantinya Saya namai ‘Carita Nikadoi’, kata Haris, Sabtu, 19 November 2022.

Merupakan kumpulan cerita rakyat yang dikemas ke dalam sebuah buku. Sedianya akan diserahkan langsung kepada Bupati Bantaeng, DR H Ilhamsyah Azikin sebagai hadiah di Hari Jadi Bantaeng ke-768.

“Kita akan bukukan, dan mudah-mudahan di tanggal 7 Desember nanti, kita serahkan kepada Bapak Bupati sebagai oleh-oleh untuk tahun terakhir di periode pertama beliau,” beber Haris.

Cerita demi cerita itu bersumber dari masyarakat Bantaeng. Tentu dengan metode tertentu, sehingga dapat dikumpulkan dan dirangkum menjadi buku.

Read:  Ratusan Scooterist Sambangi Bantaeng Diusianya yang ke-765

Ditegaskan bahwa cerita tersebut bukanlah upaya untuk memperdebatkan sejarah. Sejumlah orang tua yang menjadi narasumber, kemudian menuturkan cerita yang diketahuinya, karenanya Haris enggan menyebutnya sejarah tapi cerita.

“Jadi yang kita tulis bukan history, tetapi story. Sehingga tidak usah kita takut bahwasanya ada orang yang menyalahkan atau membantah tulisan kita, karena kita tidak menulis sejarah, yang kita tulis adalah cerita,” pungkasnya.

Haris malah menyatakan dukungannya, jika ada pihak lain yang juga menulis cerita. Meskipun dengan tema dan judul yang telatif serupa, sementara isinya berbeda, diakuinya sebagai hal yang menarik dan akan makin memperkaya khazanah Bantaeng, khususnya pendidikan dan kebudayaan.

“Kalau orang lain menulis cerita walaupun temanya tepat, uraian diksinya berbeda, tidak ada persoalan. Jadi mohon kiranya berdasarkan tutur jatinya, penutur jatinya,” tutur Kadisdikbud Bantaeng.

Kembali menerangkan, Bantaeng yang dijuluki Butta Toa (Tanah Tua) tentunya memiliki segudang informasi masa lalu yang penting untuk diketahui generasi saat ini maupun generasi berikutnya. Faedahnya, globalisasi yang oleh sebagian orang disebut-sebut dasyat akan dampak negatif, mampu diredam dengan tetap menjaga serta melestarikan budaya ke dalam ruang-ruang kehidupan masyarakat Bantaeng.

“Jujur saja bahwa Bantaeng ini lumbungnya cerita, lumbungnya dongeng,” ujarnya.

Seperti halnya “kaddaro tattinompangna kaili, asu pongoro’na cedo’, barumbung sombala’na rappoa, takkang bassina sinoa, kayu tamarunangna uluere”. Dengan membukukan cerita rakyat yang kaya akan makna itu, Haris optimis Bantaeng akan memiliki dokumen sejarah yang semakin variatif dari sebelumnya.

Read:  Toraja International Festival 2021 Berjaya di H+1

Ini pula yang mendasari orang nomor satu sektor pendidikan dan kebudayaan di Bantaeng itu, untuk mengajak seluruh jajarannya hingga ke level sekolah, agar membiasakan dan membudayakan penggunaan Bahasa Makassar dialeg Bantaeng di semua lini kehidupan. Betapa tidak, penutur jati Bahasa Ibu, bukan di Bantaeng saja, hingga kini semakin berkurang, bahkan cenderung menghilang.

Read:  Usai Lantunkan 4 Lagu, Gubernur SulSel Ngopi Bareng Pengunjung Pantai Seruni

Data dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNICEF) yang disampaikan olehnya pada Sabtu pagi itu, menjadi PR (Pekerjaan Rumah) untuk disikapi semua pihak. Rupanya 712 bahasa telah hilang di permukaan bumi, semoga Bahasa Bantaeng kata Haris, dapat lestari karena meningkatnya para penutur jati.

“Tabe’ orang tua hebat, begitu barangkali, jarang kita menggunakan Bahasa Bantaeng, yang kita gunakan di rumah adalah Bahasa Indonesia. Akibatnya apa? jati diri bangsa yang tertuang di dalam bahasa kita, itu hilang di permukaan bumi,” imbuh Haris yang tidak melupakan Dialeg Bantaeng dalam narasi sambutannya.

Dia menghimbau kepada para Guru, Tenaga Pendidik, Tenaga Kependidikan maupun orang tua Parenting Hebat SD Negeri 7 Letta serta tetamu yang hadir pada Pembukaan Gebyar Bulan Bahasa, untuk tidak ikut serta mengabaikan kearifan lokal. Kegiatan disertai pawai yang diinisiasi SD Negeri 7 Letta, hingga akhirnya diakui Haris sebagai satu-satunya di Bantaeng itu, patut diikuti oleh 149 SD lainnya serta 171 TK dan 43 SLTP yang ada di Bantaeng. (*)