AMBAE.co.id – Makassar. Sebagai langkah konkrit menyongsong PHJD (Pekerjaan Hibah Jalan Daerah) tahun 2021, dilaksanakan Pertemuan Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP) di Ibis Styles Hotel Makassar yang berlokasi di Jalan DR Ratulangi Nomor 3, Kelurahan Mangkura, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Tepatnya Rabu (24/03/21) dengan menghadirkan sejumlah daerah di wilayah Provinsi SulSel (Sulawesi Selatan).
Adalah Kabupaten Tana Toraja (Tator), Toraja Utara (TorUt), Maros, Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan Bulukumba. Yang mana Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (DisBudPar) SulSel selaku pelaksana mengundang khusus 8 daerah yang terkait langsung dengan KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional).
Bruno S Rantetana selaku Kepala Bidang PSDP (Pengembangan Sumber Daya Pariwisata) menegaskan jika kegiatan itu sebagai salah satu prasyarat yang mesti dipenuhi untuk menyambut PJHD dapat dijalankan di daerah. Dan merupakan tahun kedua sejak digelontorkan Pemerintah Pusat di tahun 2020.
“Tahun lalu itu, PHJD baru dilaksanakan untuk daerah yang masuk Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yakni KSPN Toraja (Tator dan TorUt). Kami upayakan pengembangannya untuk daerah lain tahun ini”, tegas Bruno.
Berangkat dari informasi yang dihimpunnya, bahwa tidak sedikit unek-unek masuk ke telinganya terkait penempatan PHJD selain Toraja. Bruno menampik, itu bukan karena ketidak pedulian Pemerintah Provinsi SulSel karena sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian.
“Untuk itulah kita menggelar FTKP hari ini. Program ini untuk mendorong peningkatan kualitas destinasi pariwisata supaya bertambah lagi nilai ketertarikannya, termasuk daya saingnya yang berkelanjutan dan berkesinambungan”, ujarnya.
FTKP merupakan media untuk menjembatani para pemangku kepentingan dalam memaksimalkan kinerja pengembangan dan pengelolaan kepariwisataan di daerah. Hari ini menjadi titik awal untuk membentuk forum tersebut di tingkat provinsi pada kesempatan pertemuan berikutnya, kemudian diikuti payung hukum yang jelas.
Betapa tidak, FTKP harus dilaksanakan di Triwulan I (Januari, Februari, Maret), verifikasi PHJD nantinya akan dimasukkan dalam bentuk dokumen kegiatan dan dokumen forum. FTKP sendiri dibentuk melalui komitmen bersama para Kepala Daerah (Bupati dan Walikota).
Sehingga pihaknya berharap, totalitas Kepala Daerah dapat diperlihatkan. Pengalaman mengisyaratkan di masa lalu kata Bruno, bahwa sebaik apapun Pemerintah Provinsi mengajukan daerah untuk diperhatikan Pemerintah Pusat, akan menuai hasil NIHIL jika Pemerintah setempat menampakkan sikap abai dan tidak peduli.
“Ke depan, kami berharap Kabupaten dan Kota lainnya bisa ikut juga di dalam PJHD. Ada Maros, Pangkep, Selayar dan Bulukumba, namun bukan berarti daerah lainnya tidak punya peluang”, kata dia.
Dirinya membeberkan alasan pengajuan KSPN Maros dan Pangkep, melirik keberadaan Geopark Nasional Maros-Pangkep. Hingga kini telah diajukan dan terus didorong untuk masuk menjadi UNESCO Global Geopark Maros-Pangkep.
Selayar, Bruno meyakinkan daerah itu berpotensi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Karenanya perlu dilakukan langkah percepatan.
Sedangkan Bulukumba dipilih, mengingat tidak bisa dilepaskan keterkaitannya dari Selayar. Akses ke daerah kepulauan itu melalui Pelabuhan Bira di Bulukumba.
“Makanya kita paketkan Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Kepulauan Selayar. Dan kalau Kota Makassar, kita tahu bersama, kota ini sebagai pusatnya MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition)”, pungkasnya.
Lanjut disampaikan KadisBudPar SulSel, Denny Irawan Saardi dalam sambutannya, tahun 2021 yang disebut-sebut sebagai tahun kebangkitan pariwisata, dia mengajak pemangku kepentingan di daerah lebih memperhatikan sektor kepariwisataan. Tak hanya pada sarana, prasarana dan Sumber Daya Alam, namun juga Sumber Daya Manusia serta pelibatan semua komponen dalam kaborasi pentahelix.
“Tahun depan ada dua lagi Geopark kita ajukan, Geopark Toraja dan Geopark Danau Matano. Toraja itu, sejak 2013 sudah masuk pentahelix UNESCO dari rumah adat tongkonan untuk masuk warisan dunia, Saya belum jadi Kepala Dinas waktu itu”, jelas Denny.
Terkait Geopark Nasional Maros-Pangkep, dokumen dossier sudah diajukan ke UNESCO. Bahkan menjadi satu-satunya dokumen dossier Geopark yang tidak ditolak (langsung diterima) dari semua yang pernah diajukan Indonesia.
“Ketika ada wilayah ingin dijadikan warisan dunia, UNESCO menegaskan agar yang punya wilayah harus lebih memperhatikan. Siapa? Adalah Pemerintah dan Masyarakat sebagai pemilik daerah”, tuturnya.
Melalui FTKP inilah kata Denny, mesri dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk membangun komunikasi. Bagaimana saling memberi masukan, mencari solusi hingga merumuskan metode pengembangan sektor pariwisata yang mengarah pada kemajuan.
“Ketika kita berbicara forum, ini menjadi wadah bagi kita semua yang berhimpun dalam satu sektor. Duduk bersama saling memberi saran melalui kolaborasi pentahelix”, paparnya.
Meski tertatih-tatih, tidak selayaknya Pemerintah pada khususnya tinggal diam dan terpaku menyelesaikan persoalan kesehatan semata di tengah Pandemi COVID-19 yang mendera dunia termasuk SulSel. Baginya, perlu untuk bangkit, memaksimalkan peran sektor pariwisata untuk berkontribusi terhadap sektor lainnya.
“Beberapa sub sektor dapat kita kembangkan seperti kuliner yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat untuk hidup. Di Makassar ini kita punya Kawasan Kuliner Lego-lego, sering Saya dengar melalui media, tersorot karena macetnya. Artinya, sub sektor ini cukup memberi peluang untuk berkembang di tengah Pandemi COVID-19”, tandasnya.
Bangkit dalam kacamata Denny adalah membangun, mengembangkan serta memajukan pariwisata, sembari melakukan pembenahan potensi destinasi yang ada. Dengan pemikiran yang sama, dia optimis tiap gagasan dapat diwujudkan di masa mendatang.
“Kita sepakat saja, mungkin tiap dua minggu kita bertemu. Mungin pertemuan berikutnya di Maros, selanjutnya di Toraja, kita bangun komunikasi tanpa batas”, kuncinya. (*)