AMBAE.co.id – Australia. HM Nurdin Abdullah selaku Gubernur SulSel (Sulawesi Selatan) memimpin rombongan mengunjungi negeri Kanguru, Australia. Dia didampingi Aron Cirbett selaku Consul Australia untuk Indonesia di Makassar.
Memasuki hari kedua, Senin (07/10/19), Nurdin Abdullah bertandang ke Netafim. Adalah perusahaan yang memproduksi pipa, selang dan komponen pengairan untuk mendukung sistem mekanisasi pertanian.
Dikatakan bahwa kunjungannya itu untuk mempelajari pengelolaan air di Australia yang menggunakan sistem perpipaan. Metode itu nantinya akan diterapkan di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan.
“Kita berencana menerapkan pengelolaan air ini untuk mendukung program pengembangan jagung di Kabupaten Takalar. Makanya kita belajar sistem yang dikembangkan di Australia”, jelasnya.
Pengembangan komoditas jagung di Takalar tahun 2019 mencakup 200 Ha lahan pertanian. Untuk itu dibutuhkan pengairan yang efektif agar hasil yang dicapai nantinya maksimal.
“Indonesia ini kelebihan air, apalagi daerah kita di SulSel. Hanya saja belum di kelola baik sehingga kerap dikatakan ada kendala dengan air”, terangnya.
Harapannya, dengan pipanisasi yang diadopsi dari Australia, pertanian di SulSel lebih produktif. Bahkan untuk Takalar sendiri dapat dikatakan akan menjadi titik tolak lahirnya peradaban pertanian modern di seluruh daerah di SulSel.
Sementara itu, Manager Director Netafim, Levy Schneider bahwa Australia termasuk negara dengan tingkat ketersediaan sumber daya air yang relatif minim. Namun dengan sistem yang dikembangkan sukses meningkatkan produksi pertanian mencapai kurang lebih 100 juta Dolar AS (Amerika Serikat) serta meningkatkan kesejahteraan 27 ribu petani di tahun pertama.
Dimana telah dikembangkan di India dan Afrika Selatan. Keduanya menganggarkan masing-masing sebesar 100 juta Dolar AS dalam penerapan sistem pengairan tetes.
“Baru sekitar 13 persen dari total lahan pertanian di dunia yang memanfaatkan sistem manajemen irigasi tetes untuk menyuplai kebutuhan tanaman diantaranya air, pupuk cair dan nutrisi”, tuturnya.
Lanjut Levy, untuk pengairan, petani Australia harus mengeluarkan dana 800 Dolar Australia per Kubik. Setara dengan 7,6 juta Rupiah dengan Kurs senilai 9.536 Rupiah tiap Dolar Australia.
“Tidak rugi petani membayar besar dengan hasil menguntungkan yang dicapai. Setiap hektare lahannya mampu memproduksi sekitar 19 ton jagung dengan tingkat basah mencapai 20 persen”, urai dia.
Dalam kunjungan untuk memenuhi undangan Konsulat Jenderal (Konjen) Australia di Makassar itu, Nurdin Abdullah bersama rombongan mendapat pemahaman mendalam bagaimana air dialirkan dari hulu (sumber air) hingga ke hilir (lahan pertanian).
Netafim sebagai perusahaan yang memproduksi pipa dan komponen pipanisasi pertanian yang lengkap, menjadi awal mekanisme pertanian Australia semakin berkembang.
Air dilelola dan diukur dengan sistem digitalisasi. Selang dilengkapi lubang air berukuran sama rdi setiap 50 centimeter.
Selanjutnya pipa ditanam dengan jarak satu meter per bedengan. Melalui pipa ini aliran air diatur dan dikontrol mengunakan aplikasi berbasis seluler.
Terdapat kolam sedalam 1 Meter dengan luas kurang lebih 20×5 Meter sebagai sumber air. Dengan kapasitas itu, mampu mengairi lahan seluas 40 Ha.
“Kami punya 4 bendungan untuk memasok air ke lahan pertanian”, ungkap Area Sales Manager Netafim, John Poggioli.
Tak kalah menariknya, pipa yang digunakan tersebut dilengkapi GPS. Dengan begitu, kebocoran dapat diketahui.
Termasuk untuk mengetahui tingkat kelembapan sesuai kebutuhan tanam. Metode yang memanfaatkan teknologi ini membuat Nurdin Abdullah sangat tertarik untuk menerapkannya di SulSel secara menyeluruh di masa mendatang.
Optimisme itu menurut Gubernur SulSel bukan hal yang tidak bisa diwujudkan. Sepuluh tahun memimpin Kabupaten Bantaeng di tahun 2008 hingga 2018, daerah itu mampu dikelola pengairannya dengan memanfaatkan bendungan/cekdam. (*)