AMBAE.co.id – Makassar. Disbudpar Sulsel (Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan) kembali menggelar Forum Kerjasama Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sulsel. Mengambil lokasi di Sapphire 2, Pesonna Hotel, Jalan A Mappanyukki Nomor 49, Kunjung Mae, Kecamatan Mariso, Kota Makassar pada Selasa (28/09/21).
Menghadirkan sejumlah Pengelola dan Pengurus Pokdarwis dari 5 daerah di Sulsel., masing-masing Kota Makassar, Kabupaten Takalar, Maros, Pangkep dan Barru. Turut hadir Kepala Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Hj Djamila Hamid Disbudpar Sulsel dan Kepala Bidang Pengembangan Pemasaran, Syamsuniar Malik.
“Ini pertemuan kedua untuk Forum Kerjasama Pokdarwis Sulawesi Selatan. Ya, kurang lebih 50 orang hadir dari 5 Kabupaten dan Kota, teman-teman Pokdarwis dari Pangkep, Maros, Takalar, Barru dan juga Makassar”, ungkap Bruno S Rantetana kepada AMBAE.
Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata Disbudpar Sulsel itu menambahkan, pertemuan perdana dihelat beberapa waktu lalu. Tiga daerah, Kabupaten Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto bertemu di Kabupaten Bantaeng.
“Kita ingin pertemuan ini untuk tiga zona minimal yaitu Utara, Tengah dan Selatan. Ditambah sekarang di Makassar, ya karena masih Pandemi kan, jadi harus dibatasi pertemuannya, makanya kita pecah atau bagi daerah”, ujarnya.
Begitu juga kapasitas peserta yang bisa hadir, menyesuaikan dengan aturan New Normal. Maksimal 50 persen dari total kapasitas muat ruangan/gedung serta wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Di samping terus berupaya mendukung Pemerintah dalam mengurangi penyebaran COVID-19, kepariwisataan meski bangkit dari kevakumannya akibat terdampak Pandemi sekira setahun terakhir. Karenanya perekonomian harus dihidupkan untuk menunjang sektor pariwisata dan sektor lainnya.
“Kegiatan hari ini bagian dari upaya kita mendukung bangkit dan tumbuhnya kembali sektor pariwisata. Ada pertemuan, hotel, restoran, kuliner, transportasi dan sub sektor lainnya ikut hidup”, pungkasnya.
MICE (Meeting, Incentive, Convention dan Exhibition) kata Bruno, mampu menggerakkan sektor perekonomian secara menyeluruh. Peserta dari daerah Kabupaten/Kota memanfaatkan jasa transportasi, kemudian menggunakan hotel dan restoran untuk memenuhi kebutuhannya atas akomodasi.
Belum lagi, saat kembali ke daerah, umumnya harus membawa oleh-oleh. Maka beragam unsur akan mendapat manfaat dari bergeraknya kembali kepariwisataan.
Sementara, Forum Kerjasama Pokdarwis bagi Bruno, kesempatan luar biasa bagi para pengelola destinasi wisata dan desa wisata untuk saling mengenal, berbagi serta memberi umpan balik dari dan kepada sesama Pokdarwis dari daerah berbeda.
“Apa yang dimiliki Pokdarwis satu bisa dibagikan ilmunya ke Pokdarwis yang lainnya. Perlu dipahami, kepariwisataan harus melibatkan dan mengkolaborasikannya dengan semua unsur pentaheliks pariwisata (tourism pentahelix), khususnya masyarakat yang menjadi penerima manfaat”, tegas Kepala Bidang yang karib disapa BSR.
Menyikapi itu, Erni Mappiare selaku Kepala Seksi Kerjasama mengatakan bahwa Forum Kerjasama akan berlanjut hingga tuntas menghadirkan 24 Kabupaten/Kota se-Sulsel. Tentu untuk waktu dan kesempatan berbeda itu, pihaknya memastikan narasumber berpengalaman siap membagikan ilmu dan pengetahuannya kepada seluruh peserta.
“Alhamdulillah hadir hari ini kurang lebih 50 orang peserta. Mudah-mudahan dapat menimba ilmu sebesar-besarnya untuk nanti mereka terapkan di destinasi wisata ataupun desa wisata di daerahnya”, harap Erni.
Narasumber kali ini datang dari tiga institusi ternama di Sulsel. Muhammad Anwar Abdullah dari Universitas Negeri Makassar (UNM) tampil pertama membawakan materi bertajuk “Pentingnya Kelompok Sadar Wisata dalam Pengembangan Pariwisata”.
Dilanjutkan Windra Aini, seorang Pengajar pada Diploma-4 Program Studi Usaha Perjalanan Wisata (UPW) di Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar. Mengantarkan materi “Peranan Kelompok Sadar Wisata di Desa Wisata Sulsel”.
Sedangkan materi “Pemberdayaan POKDARWIS Untuk Pengembangan Desa Wisata di Sulsel” disampaikan Muh Rijal Idrus. Narasumber ketiga itu dari Puslitbang Wilayah, Tata Ruang dan Informasi Spasial (WITARIS), Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. (*)