
AMBAE.co.id – Sinjai. Desa Wisata Barania di Kabupaten Sinjai mendapat kehormatan dikunjungi jajaran Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (DisBudPar) Provinsi Sulawesi Selatan (SulSel). Rombongan sekira 15 orang menyambanginya di awal September 2021.
Tiba pada Rabu sore (01/09/21), rombongan langsung meninjau Kampung Galung di Dusun Pusanti, Desa Barania, Kecamatan Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai. Dipimpin Bruno S Rantetana yang kini memangku jabatan Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata (Kabid PSDP).
Ditegaskan, pihaknya datang jauh-jauh dari Kota Makassar guna memberikan dukungan terhadap pengembangan Desa Wisata Barania. Tahun ini menjadi salah satu peserta ADWI (Anugerah Desa Wisata) 2021 yang dilaksanakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (KemenParEkRaf RI).
“Bentuk perhatian kita Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan, bagaimana kita mendukung desa wisata yang ada untuk semakin berkembang. Bisa naik statusnya, semula Rintisan, Berkembang menjadi Maju, Mandiri dan seterusnya”, ungkapnya.
Desa wisata (dewi) Barania salah satunya. Mampu berkompetisi di ajang nasional hingga memposisikan diri di 100 besar ADWI 2021. Padahal baru seumur jagung, dibanding dewi lainnya yang terkenal dan telah menasional sejak lama.
“Itu dia, makanya perlu ada support dari semua pihak, bukan cuma Pemerintah tentunya. Perlu diingat, pariwisata itu bisa maju dan berkembang karena campur tangan semua pihak, kami di pariwisata menyebutnya pentahelix tourism. Di dalamya ada Academician, Business, Community, Government dan Media atau bisa disingkat ABCGM”, jelas Bruno.
Upaya mengangkat dewi Barania lebih ngejreng, DisBudPar SulSel menyokong perhelatan event serta aksi-aksi kepariwisataan di destinasi wisata. Di desa itu terdapat Kampung Galung, Air Terjun Barania, Taman Wisata Pattiroang dan Camping Ground Katinroang Bissua (Tempat tidur Bissu).
Kunjungan kali ini, Kampung Galung jadi sasaran Gerakan Sadar Wisata dan Aksi Sapta Pesona. Sedianya digaungkan Kamis besok, 2 September 2021.
Menghadapi itu, persiapan sedini mungkin dibahas bersama Kepala Desa Barania, Firman M Maddolangeng. Tepatnya di salah satu dari 10 homestay yang dikelola Pemerintah Desa Barania.
Firman menuturkan, panitia setempat telah mematangkan agenda acara. Kepala DisBudPar Kabupaten Sinjai yang akan hadir di hari “H” telah lebih awal mengutus jajarannya mengatur persiapan.
Sementara itu, AMBAE mengkonfirmasi kepastian Sekretaris DisBudPar SulSel, Kemal Redindo Syahrul Putra untuk hadir membuka acara. Dia dijadwalkan tiba Kamis pagi di Kampung Galung dan akan bergabung dengan masyarakat mengikuti Aksi Sapta Pesona berupa kegiatan bakri sosial bersih-bersih di sekitar area destinasi.
Kembali Bruno menjelaskan, gerakan sadar wisata rutin dikampanyekan kepada masyarakat. Serupa dengan penyuluhan dan sosialisasi, namun metodenya lebih terarah dengan menanamkan rasa kepedulian untuk menciptakan kawasan wisata yang melibatkan masyarakat secara optimal dalam pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan juga pemanfaatan ruang-ruang kreasi pada tiap subsektor pariwisata.
“Karena pariwisata itu milik dan tanggung jawab semua pihak, manfaatnya juga akan dirasakan bersama. Dampaknya, mensejaterahkan masyarakat, mencapai ini berarti kita telah mewujudkan tujuan negara ini, tujuan pembangunan nasional dan tujuan kepariwisataan”, kata dia.
Bruno meminta Kepala Desa Barania untuk mengoptimalkan potensi sektor pariwisata dalam kawasan. Sehingga dewi Barania tidak sekedar bertumpu pada Kampung Galung.
“Kita tahu, Desa Wisata Barania bisa lolos ke 100 besar, ini luar biasa. Tapi kan hilang di 50 besar, di sini kita harus memahami bahwa desa wisata bukan tunggal karena destinasi wisata saja, wisatawan berkunjung ingin mendapatkan banyak hal, mulai dari amenitas, atraksi, tidak kalah pentingnya aksesibilitas”, tuturnya.
Keuntungan dewi Barania, lokasinya dekat dengan Kota Makassar jika diakses melalui Malino, Kabupaten Gowa. Tinggal mensinkronkan keterkaitan serta dukungan satu sama lain dari potensi di desa ini.
“Disaat wisatawan datang kesini, banyak pilihan selain Kampung Galung. Ada event, ada atraksi, ada kegiatan budaya, perayaan, lebih sederhananya kegiatan-kegiatan masyarakat yang selama ini kita anggap tidak penting justru menarik bagi wisatawan. Contoh paling umum, warga mau membangun rumah, biasanya ada ritual memilih dan memotong kayu, kalau (eventnya) dikemas dengan baik, Saya yakin ini lebih menjanjikan dan meningkatkan kunjungan”, tegasnya.
Firman tertantang memunculkan semua potensi naik ke permukaan. Desa Barania kata dia, memiliki peninggalan unik yang tak dimiliki daerah lain di SulSel yakni baju besi milik Barania (Nama orang tokoh desa itu yang kemudian dijadikan nama desa).
“Kami berencana membangun rumah adat. Sebenarnya dulu ada tapi tidak terawat”, terangnya.
Begitupun potensi pertanian, peternakan, perikanan dan perdagangan. Meramaikan dewi Barania, tidak susah mendatangkan bahan makanan untuk dikonsumsi wisatawan karena tersedia di kebun dan sawah masyarakat.
Berada di ketinggian sekira 800 Mdpl, Desa Barania diyakininya satu-satunya yang memiliki 4 mata air yang mengaliri sejumlah desa. Tidak heran jika sawah membentang luas memikat wisatawan berlama-lama.
Terasering, panorama menjanjikan dan memanjakan mata. PR baginya, sarana dan prasarana harus dioptimalkan seperti ATM, angkutan desa seperti ojek serta ketersediaan akomodasi.
Saat ini baru 10 homestay, ke depan Firman berharap terbangun dan dikelola lebih banyak lagi. Hanya memang Pandemi COVID-19 memaksa Pemerintah Desa Barania mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) untuk penanganan resiko penyakit yang ditimbulkan Virus SARS-CoV-2 itu.
“Kendala tentu selalu ada, apalagi dengan Pandemi COVID-19 ini, anggaran kita direfocusing. Kalau homestay sendiri kami patok harga (sewa) murah mulai 100 ribu permalam, tapi kan kunjungan menurun sekarang karena adanya pembatasan-pembatasan”, kata Firman.
Adapun kontribusi homestay dan destinasi Kampung Galung menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk desanya. Masyarakat pun terberdayakan sebagai pengelola, yang mana belum dikelola BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). (*)