Bermalam Minggu dengan Pendengar Rewako FM, Prof Jufri Beberkan 3 Point Untuk Bangkitkan Pariwisata

 

Bincang radio Rewako FM.
Muhammad Jufri (kanan) mengisi acara Radio Rewako FM (23/10/21).

AMBAE.co.idGowa. Akhir pekan di penanggalan 23 Oktober 2021, Muhammad Jufri mewarnai malam Minggunya dengan hadir sebagai pembicara di radio Rewako FM. Dia menjadi perhatian sejumlah pendengar yang kemudian memunculkan pertanyaan demi pertanyaan.

Malah, para Bupati dari Sulsel memonitor siaran langsung dari radio yang beralamat di Jalan Andi Mallombassang Nomor 72, Sungguminasa, Kabupaten Gowa itu. Adapun para Bupati, termasuk Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan selaku Sekjen APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia) sedang mengikuti pameran APKASI di Jakarta.

Jufri yang bergelar Professor itu membeberkan 3 point penting terkait kepariwisataan dan juga kebudayaan. Yang mana diyakini sebagai sektor yang sangat berdampak selama Pandemi COVID-19.

“Ada 3 hal penting perlu menjadi perhatian kita untuk bagaimana membangkitkan, menggairahkan industri pariwisata, industri kreatif, dan budaya kita. Bayangkan kalau destinasi wisata kita ditutup satu tahun setengah, boleh jadi fasilitasnya itu banyak yang rusak,” ungkap Jufri pada Sabtu malam.

Mungkin perlu pemeliharaan kembali kata dia, pada sisi infrastruktur. Betapa tidak, selama kurun waktu berlangsungnya Pandemi COVID-19, penutupan membuat peralatan, perlengkapan ataupun sarana dan prasarana menerima paparan cuaca silih berganti, lantas tidak ada aktivitas pemakaian.

Membuatnya cukup rawan hingga tak terurus, lapuk, serta rusak dengan sendirinya. Pengelola bahkan tidak datang ke destinasi wisata tersebut, apalagi melakukan pemeliharaan rutin karena berbagai pertimbangan, baik itu biaya maupun kebutuhan atas penggunaan kembali infrastruktur yang tidak menentu akibat Pandemi berkepanjangan.

“Ini tentu harus menjadi perhatian para pengelola industri pariwisata untuk memperbaiki, menata kembali infrastruktur yang sangat dibutuhkan agar bisa menjadi daya tarik bagi pengunjung, wisatawan yang akan datang ke Sulawesi Selatan,” pungkasnya.

Sehingga dalam masa pembukaan kembali sebuah destinasi wisata dan industri kepariwisataan lainnya, dibutuhkan waktu cukup, biaya yang relatif besar layaknya membangun dari nol. Sementara diprediksi akan terjadi lonjakan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

“Harus kita cermati bagaimana menata kembali, mempersiapkan infrastruktur kepariwisataan kita di Sulawesi Selatan. Pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur kita sudah harus mempertimbangkan standar protokol COVID-19,” ujarnya.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) itu menekankan penerapan CHSE sebagai program unggulan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemeparekraf/Baparekraf RI). Diketahui CHSE mencakup unsur Kebersihan (Cleanliness), Kesehatan (Health), Keamanan (Safety), dan Ramah lingkungan (Environment).

“Sudah harus ada disana mulai dari tempat cuci tangan dan seterusnya seperti yang kita tahu bersama. Lalu bagaimana menjaga jarak aman antar pengunjung dan juga pengelola karena pengelola juga bagian dari ini. Berikutnya menghindari kerumunan yang tidak sesuai ketentuan, untuk ruangan yang biasanya bisa menampung 100 orang misalnya, saat ini kita dihadapkan dengan adaptasi kebiasaan baru. Era hidup baru (New Normal) ini ruangan itu bisanya cuma setengahnya, 50 orang,” tutur Prof Jufri.

Point kedua berkenaan SDM (Sumber Daya Manusia) dari para pengelola kepariwisataan dan kebudayaan yang didalamnya juga mencakup ekonomi kreatif. Kualitas SDM ini perlu diperbaharui, ditingkatkan, dan dibuat normal lagi dari keadaan sebelumnya yang cenderung mengalami pengurangan.

“Yang kedua, bagaimana meningkatkan kembali SDM pengelola industri pariwisata. Kemarin itu mungkin banyak yang diputus kerja (Pemutusan Hubungan Kerja/PHK), kalau sekarang dihidupkan kembali (industri kepariwisataan dan kebudayaan) tentu perlu di-refresh lagi para staf-stafnya, para karyawannya,” pungkasnya.

SDM dimaksud perlu dikelola dengan baik agar siap menerima kunjungan wisatawan. Metode coaching, training, dan sebagainya perlu diterapkan untuk memantapkan pengetahuan, keterampilan, keahlian, dan kapasitas.

Read:  Ketua KPU Bantaeng: Jangan Sungkan Beritakan Kalau Kami Tidak Lurus

Kualitas yang mumpuni nantinya berimplikasi pada meningkatnya pelayanan kepada customer. Parahnya lagi kalau sebuah industri pariwisata telah kehilangan jajarannya selama Pandemi COVID-19 akibat tidak mampu memberikan apresiasi berupa kewajiban membayar gaji dan/atau upah.

“Mungkin perlu di-coaching lagi, training lagi, dimantapkan kembali pengetahuannya, keterampilannya sehingga dalam memberikan pelayanan bisa lebih baik,” terangnya.

Usai jeda iklan radio Rewako FM, Jufri masih berbicara panjang lebar mengenai ekonomi kreatif. Point ketiga yang tak kalah pentingnya terkait permodalan, bahkan ini akan menjadi hambatan utama bagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang akan bangkit kembali.

“Ketiga, salah satu yang menopang kepariwisataan kita adalah industri kreatif karena orang datang ke tempat wisata itu biasanya membutuhkan souvenir atau berbagai kerajinan-kerajinan. Kita lihat selama Pandemi, itu juga sangat terpuruk, banyak usaha-usaha yang semula itu menjadi penyumbang untuk industri kepariwisataan kita juga mengalami kemunduran,” paparnya.

Modal bagi industri di sektor kepariwisataan dan kebudayaan butuh supporting dari banyak pihak. Disbudpar Sulsel oleh Jufri dijelaskan tidak bisa menyelesaikannya sendirian.

Read:  Gubernur SulSel Shalati Jenazah Korban Banjir Bantaeng

Terlebih bahwa OPD (Organisasi Perangkat Daerah) yang dipimpinnya itu tidak secara khusus menangani permodalan. Demikian halnya kesiapan melalui penganggaran yang menjadi tanggung jawab Disbudpar Sulsel.

“Nah sekarang pertanyaannya, kalau mereka buka kembali, apakah modalnya cukup. Mungkin yang butuh modal, perbankan bisa memberikan bantuan pendanaan melalui skema-skema tertentu supaya industri kreatif bisa tumbuh kembali,” kata dia.

Ini kemudian menjadi inti masukan sekaligus permintaan dari salah seorang penanya radio yang publik didengarkan melalui frekuensi 104 FM. Komunikasi dan koordinasi akan intens dilakukan dengan stakeholder untuk memenuhi kebutuhah pelaku industri kerajinan itu.

“Bagaimana kalau usaha kami sudah bangkrut dan butuh bantuan, bagaimana caranya?,” tulis penanya via WhatsApp yang dibacakan Romi selaku Pembawa Acara.

Masukan itu disebut Jufri sebagai salah satu PR bagi dirinya yang baru mengawali karir sebagai Kadisbudpar Sulsel. Adapun keterbatasan di Disbudpar Sulsel, semoga dapat disokong perbankan ataupun koperasi.

“Di Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan tidak tersedia penganggaran untuk bantuan seperti ini. Tapi kami bisa menjembatani, memediasi teman-teman dengan pihak perbankan misalnya. Jadi perlu ada suntikan dana, tentu kami tidak menjanjikan serta merta pada malam ini,” tegasnya.

Koordinasi dan komunikasi menjadi langkah penguatan yang diharapkan dapat menjadi penawar atas kegelisahan penanya dan pelaku ekonomi kreatif lainnya. Diakui Disbudpar Sulsel, untuk mengatasi dan menyelesaikan problem pasca keterpurukan yang mendera sektor pariwisata dan budaya akan memperkuat kolaborasi dan sinergitas bersama pentahelix tourism. (*)