467 Desa Wisata Sulsel Tembus ke Meja ADWI 2022 Hingga Penghujung Maret

 

Pendaftaran akhir Desa Wisata Sulsel.
Muhammad Jufri menjadi narasumber sosialisasi ADWI 2022 di Gedung MULO, Makassar (24/02/22).

AMBAE.co.idMakassar. Pencapaian menggembirakan bagi Provinsi Sulawesi Selatan di penghujung Maret 2022. Pasalnya 467 desa wisata berhasil didaftarkan untuk maju di kompetisi Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022 (ADWI 2022).

Bahkan 300 desa wisata diantaranya telah terverifikasi sebagai peserta resmi ADWI 2022. Menyusul 167 lainnya masih harus melewati proses awal berupa pengiriman dokumen pendukung sebagai desa wisata.

Jumlah yang cukup banyak ini telah dicatatkan pada Jadesta (Jejaring Desa Wisata) hingga pukul 23:04 WITA, Kamis, 31 Maret 2022. Merupakan aplikasi berbasis web yang dikelola Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf/Baparekraf RI).

“Patut kita bersyukur ya, sampai pukul 23:04 WITA malam ini, Sulawesi Selatan berhasil mendorong 467 desa wisata. Ini pencapaian luar biasa Saya kira. Satu hal perlu Saya sampaikan, kita di posisi 467 terdaftar di Jadesta, berarti melewati target kita 300 desa wisata untuk tahun ini” jelas Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan (Kadisbudpar Sulsel), Muhammad Jufri, Jum’at (01/04/22).

Awalnya, Pemprov Sulsel kata dia menargetkan 264 desa wisata dengan sebaran 24 Kabupaten dan Kota di Sulsel. Lalu target itu meningkat pasca ditantang Menparekraf/Kepala Baparekraf RI, Sandiaga Salahuddin Uno untuk menggenapkan angkanya menjadi 300.

Read:  Hei Milenial, Museum La Galigo Jadi Pusat Edukasi, Buruan!
Pendaftaran akhir Desa Wisata Sulsel.
Jumlah desa wisata pendaftar Jadesta dari Sulsel, update Jadesta tanggal 31 Maret 2022, pukul 23:59 WITA.

Meningkat signifikan dari tahun 2021, Sulsel yang menargetkan 24 desa wisata, kala itu juga ditantang Mas Sandi Uno, sapaan Menparekraf untuk mencukupkan targetnya menjadi 50. Lalu dinaikkan lagi menjadi 100 desa wisata oleh Andi Sudirman Sulaiman yang saat itu masih menjabat sebagai Plt Gubernur Sulsel.

Alhasil berhasil menorehkan prestasi di ADWI 2021 sebagai salah satu provinsi peraih piala dan piagam penghargaan desa wisata terbanyak. Dari 180 desa wisata yang terdaftar, 3 diantaranya menempati podium juara.

Upaya lebih maksimal pun ditempuh Disbudpar Sulsel tahun ini, mulai dengan menggelar sosialisasi, bimbingan teknis, dan pelatihan. Diikuti dengan menghadirkan Konsultan Jadesta secara online maupun offline untuk memberikan pemahaman secara langsung kepada PIC (Person In Charge) Jadesta dan Pengelola Desa Wisata.

“Kami yakini lebih banyak lagi desa wisata yang tersebar di daerah. Ini tantangan juga bagi kami agar kedepan lebih siap lagi, mulai dari kelembagaannya, dokumen pendukung, dokumentasi, apalagi narasi dan deskripsi yang menjadi faktor penunjang lainnya untuk diinput ke sistem Jadesta,” kata Jufri.

Namun begitu, dirinya berharap desa wisata yang masih belum lengkap, baik administrasi maupun teknis bisa melengkapi selama proses lanjutan ADWI 2022. Diterangkan bahwa ADWI 2022 akan memuncak pada 27 September mendatang, bertepatan dengan peringatan Hari Pariwisata Sedunia yang ditandai dengan Malam Penganugerahan ADWI 2022.

“Jadesta ini kan sistem besar yang dirancang dan dijalankan Kemenparekraf. Perlahan Jadesta menjadi kompleks bagi desa wisata karena terbangun database, kelak bisa digunakan untuk beragam kebutuhan, baik itu Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, Kota sampai dengan Desa/Kelurahan, dan tentunya Pengelola Desa Wisata itu sendiri,” terangnya.

Jufri yang bergelar Professor itu menyebut Jadesta sebagai rumah besar. Adapun ADWI hanya bagian kecilnya saja, manfaat yang lebih besar menanti para pemangku kepentingan yang kerap disebut tourism pentahelix yakni Akademisi, Bisnis, Komunitas, Asosiasi, Pemerintah, dan Media.

“Mau menyusun penganggaran yang responsif terhadap kepariwisataan, data ini akan menjadi salah satu landasannya kelak. Begitu juga dengan Rippardes (Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Desa), Ripparkab, Ripparkot, Ripparprov, apalagi Ripparnas, banyak manfaatnya. Pengelola Desa Wisata dan Pengelola Destinasi Wisata juga akan mudah memahami dan menentukan perencanaan yang disertai pengawasan, lalu ada evaluasi yang berkesinambungan,” pungkasnya.

Membangun Indonesia dari desa bukan lagi sebatas konsep menurutnya, terbangunnya desa dan kelurahan yang ramah wisatawan akan berdampak luas pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Cikal bakalnya dari desa wisata, jika diturunkan lagi maka basisnya adalah destinasi wisata dengan segala daya tarik dan daya pikatnya terhadap wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. (*)