AMBAE.co.id – Makassar. Muhammad Jufri selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan (Disbudpar Sulsel) berkesempatan menutup secara resmi Seminar Hasil Kajian Koleksi Numismatika Museum Karaeng Pattingalloang pada Senin sore (06/12/21).
Namun sebelumnya, dia memanfaatkan waktu berbagi inspirasi dan memberi motivasi kepada peserta seminar yang didominasi kalangan Guru dan Tenaga Kependidikan pada jenjang SD, SMP, dan SMA.
Dikatakan bahwa museum sejatinya diramaikan dengan kehadiran para anak didik dari seluruh sekolah yang ada. Betapa tidak, banyak hal dapat digali informasinya, dipahami dan diimplementasikan dalam ragam ruang lingkup kehidupan atas nilai-nilai yang terkandung pada setiap koleksi.
“Ini menjadi bagian sangat penting dalam proses pembelajaran anak-anak kita di sekolah. Makanya anak-anak kita harus mengetahui koleksi yang ada di museum kita, termasuk koleksi numismatika,” ujar Jufri.
Dikutip dari Wikipedia, Numismatika atau numismatik terdiri dari benda-benda kuno seperti uang kertas, koin kuno dan token yang pernah beredar dan digunakan oleh masyarakat. Museum Karaeng Pattingalloang yang menjadi salah satu dari 3 museum terdaftar yang ada di Sulsel menyimpan koleksi mata uang dinara, wilhelmuna, uang kertas, dan mata uang VOC yang totalnya mencapai 299 buah.
Jufri mengajak para Guru dan Tenaga Kependidikan untuk memprogramkan kegiatan pembelajaran untuk mengunjungi museum. Bukan sekedar himbauan, Kadisbudpar Sulsel itu telah menuangkannya ke dalam MoU (Memorandum of Ourstanding) bersama Dinas Pendidikan (Disdik) Sulsel pada perayaan Hari Guru dan Hari PGRI beberapa waktu lalu.
“Beberapa waktu lalu di puncak Hari Guru kita sudah melakukan MoU, kerja sama dengan sekolah, mengajak anak-anak kita mencintai museum dan mereka datang berkunjung langsung ke museum-museum kita, baik Museum La Galigo maupun Museum Karaeng Pattingalloang,” tegasnya.
Dukungan itu kata dia, sebagai bentuk kolaborasi untuk menghidupkan museum. Sedangkan pihaknya membuka ruang seluas-luasnya daripada museum sebagai media belajar. Generasi saat ini menurut sang Professor Psikologi tersebut tidak boleh melupakan jejak kejayaan masa lalu dari para pendahulu dengan meninggalkan museum.
“Supaya anak-anak kita lebih banyak lagi datang ke museum untuk membangun kecintaan dan semangat patriotisme yang tinggi untuk menghargai karya-karya para pendahulu, para pahlawan, nenek moyang kita yang telah meletakkan nilai-nilai dasar kesejarahan yang sangat baik untuk pengembangan karakter dan diri di masa yang akan datang,” tutur Jufri.
Yadi Mulyadi, salah seorang narasumber memaparkan hasil kajiannya, bahwa Museum Karaeng Pattingalloang memiliki koleksi mata uang logam dalam berbagai nominal. Diantaranya uang logam 5 Cent, 1 Cent, ½ Cent, 1 Gulden, dan 2.1/2 Cent.
“Hasil registrasi terdapat 300 koleksi numismatik di Museum Karaeng Pattingalloang. Sasaran kajian koleksi Museum Karaeng Pattingalloang tahun 2021 ini yakni koleksi numismatika atau koleksi mata uang, jumlahnya 100 buah,” jelas Yadi.
Selain itu, Museum Karaeng Pattingalloang dengan total koleksi sebanyak 536, juga menyimpan koleksi arkeologika berupa meriam, peluru, bata, dan mata tombak yang mencapai 165 buah. Keramologika berupa keramik asing dan lokal sebanyak 20 buah.
Lalu ada koleksi ethnografika sebanyak 36 buah yang terdiri dari alat musik tradisional. Terakhir adalah koleksi seni rupa yang memuat lukisan Raja Gowa-Tallo, sebanyak 9 buah.
Kembali Jufri melanjutkan, koleksi numismatika itu adalah representasi dari kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo, khususnya di era Karaeng Pattingalloang yang telah memanfaatkan mata uang dinara dan mata uang lainnya sebagai alat tukar. Serta merta menjadi penanda betapa hebatnya masyarakat di bawah kendali kerajaan menguasai perdagangan kala itu.
Pihaknya lantas tidak hanya mengajak siswa maupun siswi sekolah untuk berkunjung tanpa menyiapkan pola pemahaman yang efektif, lebih khusus generasi milenial yang rupanya lebih intens berinteraksi dengan dunia maya ketimbang kunjungan langsung ke lapangan.
Metode lain ditempuh misalnya, melalui Bidang Sejarah dan Cagar Budaya pada tubuh Disbudpar Sulsel gencar melaksanakan berbagai kegiatan yang melibatkan pelajar. Beberapa hari sebelumnya telah dihelat kegiatan Belajar Bersama di Museum Karaeng Pattingalloang.
Bahkan didokumentasikan apik oleh narasumber lainnya yakni Andini Perdana, begitu pun dipaparkan oleh M Irfan Mahmud juga sebagai narasumber.
“Sudah banyak kegiatan dilakukan Bidang Sejarah dan Cagar Budaya, ada kegiatan Belajar Bersama dengan anak-anak kita dari berbagai sekolah di Makassar dan Gowa. Ada juga pameran kontemporer untuk lebih menginternalisasi nilai-nilai di Museum Karaeng Pattingalloang,” ungkap Kadisbudpar Sulsel.
Lagi-lagi Jufri mengisyaratkan bahwa dengan kunjungan para pelajar yang berkesinambungan untuk belajar ataupun menempatkan Proses Belajar Mengajar (PBM) di museum akan mendekatkan mereka untuk makin cinta museum. Perlahan memahami lalu dapat mengajak orang lain untuk melakukan hal serupa, sehingga kian banyak orang berkunjung ke museum dari waktu ke waktu.
“Kita menyebarkan informasi ini bahwa ternyata sekian abad lampau di era Karaeng Pattingalloang, Kerajaan Gowa waktu itu, sistem peradaban dan nilai tukar sangat luar biasa. Ayo ke museum, cinta museum berarti kita menghargai para pendahulu kita,” tutup Jufri.
Disampaikan pula, seminar yang awalnya terjadwal akan dibuka secara langsung olehnya, namun karena harus menghadiri Coffee Morning bersama Plt Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman, ditugaskanlah Sekretaris Disbudpar Sulsel, Kemal Redindo Syahrul Putra untuk mewakilinya pada Senin pagi.
Meski begitu, Jufri mengaku kepincut seminar dimaksud. Raganya yang berada di Kantor Gubernur Sulsel, namun hati dan pikirannya hadir di Gedung MULO, tempat seminar dihelat membuatnya wajib hadir sebelum seminar usai. (*)