AMBAE.co.id – Bangli. Bertandang ke Provinsi Bali sejak Sabtu kemarin, 13 November 2021, Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhammad Jufri mengunjungi sejumlah tempat yang ada di Pulau Dewata itu. Tak hanya fokus pada destinasi wisata, dirinya bahkan menyambangi Desa Wisata (Dewi) yang ada, satu diantaranya Desa Wisata Penglipuran.
Tepatnya Minggu (14/11/21), Jufri menemui Ketua Pengelola Desa Wisata Penglipuran, I Nengah Moneng. Dalam keterangannya ke AMBAE, dia didampingi Kepala Bidang Kesenian dan Ekonomi Kreatif, Sri Rejeki.
Berhubung baru saja mendampingi Duta Wisata Sulsel 2020 untuk mengikuti Pemilihan Duta Pariwisata Indonesia tingkat nasional tahun 2021 pada Sabtu malam. Sehingga momen berada di Bali dimanfaatkannya untuk belajar pengelolaan Dewi.
“Mumpung ada di Bali, Saya bersama Ibu Kabid Kesenian dan Ekraf melakukan kunjungan khusus ke Desa Wisata. Salah satunya Desa Wisata Penglipuran yang terkenal dengan kebersihannya,” ujar Jufri.
Hal apa yang membuat Desa Wisata itu berhasil bertahan selama Pandemi COVID-19. Lebih penting lagi, bahwa pengelolaan yang luar biasa apik sejak puluhan tahun silam membuatnya dianugerahi beberapa penghargaan.
Jufri menyebut, semua hal yang menjadikan Desa Wisata itu dikenal luas kini dan diakui banyak pihak akan kebersihan, keamanan, serta budayanya yang kental, harus digali informasinya untuk kemudian dipelajari. Lantas sekembalinya ke Sulsel, informasi tersebut dapat dibagi kepada Pengelola Desa Wisata dan juga masyarakat Sulsel.
“Yang pasti jangan malu belajar ke Bali, belajar ke Jawa, belajar kemana saja. Menariknya, kalau bicara pariwisata itu, belajarnya mesti dengan melihat, merasakan, dan mengabadikannya. Teori di dalam ruangan itu belakangan, walaupun itu juga penting ya. Makanya Saya langsung berkunjung dan menemui tokohnya,” bebernya.
Untuk diketahui bersama Desa Wisata sudah mencakup di dalamnya destinasi wisata. Juga ada atraksi dan aksesibilitas yang menyokong amenitas, terintegrasi satu sama lain dan mewujud dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan yang menjadi wilayah desa wisata dimaksud.
Beda halnya jika hanya berkunjung ke destinasi wisata. Pada Desa Wisata, pelancong ataupun wisatawan dapat merasakan sensasi berbeda karena ada nuansa tertentu yang melingkupinya, secara umum di Indonesia melekat dan menyatu dengan budaya yang sudah ada dalam peradaban masa lalu.
Masih dan terus dilestarikan sebagai tradisi warisan nenek moyang. Daya tarik wisata inilah yang membuat sebuah tempat (tidak selamanya satu desa secara utuh) layak disebut Desa Wisata.
Jufri kemudian menambahkan, Desa Wisata di Sulsel sudah selayaknya mencontoh dan mengadopsi manajemen yang diberlakukan Desa Wisata di sejumlah daerah di Indonesia. Suatu waktu dirinya akan berkunjung lagi baik itu ke Bali ataupun Nusa Tenggara Barat, dengan harapan dapat membawa serta Pengelola Desa Wisata ataupun Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang menjadi penanggung jawab Desa Wisata.
“Mudah-mudahan dikesempatan berikutnya, teman-teman Pengelola Desa Wisata, Pokdarwis bisa kita bawa belajar, melihat, menyaksikan bagaimana Desa Wisata yang ada di luar Sulawesi Selatan dikembangkan dengan cara yang luar biasa hebat seperti ini,” kata sang Kadis yang bergelar Professor.
Desa Penglipuran sendiri berada di dalam wilayah adminsitratif Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Desa Wisata itu dibuka kembali pada 9 September 2021 setelah mengalami beberapa kali penutupan.
Selama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) level 3, tercatat kunjungan mencapai 100 orang per-harinya. Dan terus meningkat seiring pandemi mulai mereda, ditandai semakin melandainya angka kasus terpapar COVID-19. (*)