
AMBAE.co.id – Makassar. Sedikitnya 15 orang perwakilan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengunjungi Gedung Mulo, lokasi tepat Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) berada. Menyisakan 7 orang, delapan diantaranya adalah Legislator yang tergabung dalam Komisi IV DPRD Sulteng.
Alimuddin Paada selaku pimpinan rombongan sekaligus Ketua Komisi IV menyampaikan, kunjungan bersama rekannya untuk memahami lebih dalam sejauh mana pariwisata Sulsel mampu berkembang dan maju selangkah dibanding Sulteng. Mungkin saja ada peluang untuk mengkolaborasikan serta mensinergikan sektor pariwisata kedua wilayah.
Indikatornya, potensi pariwisata Sulteng cukup bisa bersaing jika benar-benar dikelola dan ditangani maksimal. Maka dibutuhkan kerja-kerja nyata dan berkesinambungan para pihak berkepentingan.
“Kedatangan kami ini ingin memahami, menggali informasi pariwisata Sulsel pak. Mudah-mudahan bisa diterapkan di Sulawesi Tengah”, kata Alimuddin.
Anggota Badan Anggaran dan juga Anggota Fraksi Gerindra yang lahir di Parepare itu berharap kemajuan kepariwisataan Sulsel dijadikan acuan bagi daerahnya. Bahwa potensi yang ada, kurang lebih sama terutama destinasinya.
Hanya saja kata dia, beberapa destinasi wisata di Sulteng masih ditangani pihak selain Pemerintah yang diasumsikannya sebagai sebuah kendala. Di sisi lain, Sulsel memiliki banyak kelebihan yang membuatnya pantas menyandang status Gerbang Timur Indonesia.
Wisatawan yang akan berkunjung ke Sulteng tentu melewati pintu masuk Sulawesi yakni Kota Makassar. Tercermin dari jalur transportasi laut dan udara yang terpusat di Bandar Udara Sultan Hasanuddin yang kini sekian lama telah membuka rute internasional.
Diperkuat pernyataan H Muh Ismail Junus dari Fraksi PAN dan HANURA. Wisatawan ke Banggai dan Togeang misalnya, mungkin saja sudah lelah sebelum tiba karena menghabiskan waktunya berkeliling daerah Sulsel.
“Bagaimana ke depan bisa membangun sinergitas antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. Mungkin disitu ada yang bisa berkolaborasi dan ada konektivitas”, tegasnya.
Sektor pariwisata Sulsel diyakininya jauh di atas Sulteng, menjadi barometer kepariwisataan bahkan sektor lainnya untuk Pulau Sulawesi. Destinasi wisata yang dimiliki telah mendunia, sementara Sulteng disebutnya belum punya desrinasi mendunia.
“Sektor pariwisata di Sulsel ini kan sudah mendunia. Kita juga punya, destinasi-destinasi wisata kita bagus-bagus tapi belum mendunia, makanya kita harapkan Dispar Sulsel dan Dispar Sulteng ini bisa bersinergi”, harap dia.
Ditambahkan Sekretaris Komisi IV sekaligus Bendahara Fraksi PDIP, I Nyoman Slamet bahwa role model pengembangan pariwisata Sulteng sudah selayaknya menjadikan Sulsel sebagai kiblatnya. Pria keturunan Bali itu mengaku mendiami Sulteng sejak lama dibanding kampung leluhurnya yang menempati urutan wahid kepariwisataan Indonesia.
Bali pun kata dia, sangat terdampak akibat Pandemi COVID-19, akibatnya sektor pariwisata yang jadi jualan unggulannya porak poranda. Sedangkan Sulsel yang terdekat dan paling mentereng untuk mereplikasi kepariwisataannya.
“Kita mencari role model pariwisata Sulawesi Tengah. Ke depan mungkin bisa kita lakukan gathering, kiblat kita di Indonesia kan Pulau Dewata, Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi, kalau kita tarik Sulawesi, Sulsel ini kiblatnya, central metropolitan untuk kita tarik ke Sulteng”, terangnya.
Syamsuniar Malik selaku Kepala Bidang Pengembangan Pemasaran Disbudpar Sulsel menyambut hal itu dengan respon menjanjikan. Sulsel selama ini telah menerapkan B2B (Business to Business) dengan sejumlah provinsi di Indonesia termasuk negara lainnya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
“Kenapa tidak, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah bisa berkolaborasi untuk itu. Selama ini kami ada beberapa program melibatkan daerah lain, contoh direct promotion dan table top dengan daerah-daerah di Jawa, jadi kita ada kerja sama paket wisata sehingga wisatawan yang datang lewat pintu masuk Jakarta misalnya ke Sulsel juga dan sebaliknya”, papar Syam.
Belum lagi terkait budaya yang juga greget diinginkan terjadi kolaborasi antara dua provinsi. Kepala Seksi Pengembangan Daya Tarik Wisata pada Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Takdir H Wata menyampaikan banyak kesamaan, kemiripan sebagai dasar peluang kolaborasi.
“Disana kan ada Luwuk Banggai, di sini ada Luwu. Budaya dan etnis kita pun masih ada hubungan erat dengan etnis-etnis di Sulteng, mungkin bisa disinergikan untuk lahirnya satu film bersama”, tuturnya.
Namun begitu, Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, Bruno S Rantetana menekankan kepada Legislator Sulteng agar dalam mengembangkan sektor ekonomi kreatif dan pariwisata, tidak berlebihan memainkan campur tangan Pemerintah. Masyarakat justru diberikan ruang berkreasi lebih luas, Pemerintah hadir pada tataran fasilitasi, dukungan, pembinaan hingga pendampingan.
“Kalau kami (Sulsel), Pemerintah tidak terlibat langsung mengenai itu, sampai misalnya membuatkan film. Kami hanya memberi ruang untuk berkreasi lalu men-supportnya. Tugas kita, ketika mereka membuat sesuatu lalu ada yang bagus, maka kita harga, kita fasilitasi”, pungkasnya.
Pelaku seni misalnya, begitu juga kuliner, Pemerintah sepatutnya memberi rekomendasi dan izin jika memang telah layak. Berikutnya menata, mengatur dan memberikan kenyamanan berinvestasi.
Menjalankan tugas itu, Disbudpar Sulsel melibatkan asosiasi dan para pemangku kepentingan dalam bingkai tourism pentahelix serta stakeholder lainnya. Desa Wisata contoh konkrit yang saat ini digaungkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, asosiasi termasuk Politeknik Pariwisata Makassar masuk memberikan pendampingan.
“Kami dari Pemerintah tentu mensupport juga. Kemarin, baru saja kami dari Toraja Utara melaksanakan pelatihan kepada Pengelola Hotel dan Pondok Wisata, itu upaya kita salah satunya untuk menyiapkan pelaku usaha pariwisata ini benar-benar siap menyambut wisatawan, bukan datang sekali saja, terus berulang bahkan mengajak dan merekomendasikan wisatawan lainnya”, ujar Bruno.
Kepada rombongan DPRD Sulteng, Bruno yang memimpin penerimaan di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 23 Kota Makassar siang itu memastikan siap berbagi ragam hal untuk sama-sama memajukan pariwisata Indonesia. Landasan hukum baik Perda ataupun Ripparda akan diberikan untuk jadi acuan.
Tak hanya itu, Bruno bersama Syam, Takdir serta Kepala Seksi Promosi Pariwisata, Wibowo menyerahkan cinderamata. Satu diantaranya replika branding pariwisata Sulsel yang diinisiasi dan diprakarsai Gubernur Sulsel Periode 2018-2023, Prof HM Nurdin Abdullah yakni “Colorful Experience”.
“Tadi dijelaskan Ibu Kabid Pemasaran, ada direct promotion. Disitu ada transaksi, jadi bukan hanya MoU (Memorandum of Ourstanding) semata, namanya B2B, kita dapat apa, dia kita kasi apa. Tapi Saya sepakat bahwa memang perlu konektivitas, Sulsel dan Sulteng bisa”, kunci dia. (*)