AMBAE.co.id – Makassar. Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (DisBudPar) Provinsi Sulawesi Selatan (SulSel), Kemal Redindo Syahrul Putra menerima Kunjungan Kerja 12 Legislator Kabupaten Jeneponto di Gedung Mulo, DisBudPar SulSel, Jalan Jenderal Sudirman Nomor 23 Makassar, Kamis (22/07/21). Dipimpin langsung Ketua DPRD Kabupaten Jeneponto, H Aripuddin.
Dikatakan bahwa kedatangannya dalam rangka mengkoordinasikan dan mengkonsultasikan penanganan anggaran pada Dinas Pariwisata Kabupaten Jeneponto. Dia membawa serta Ketua Komisi IV, Kaharuddin dan Wakil Ketua Komisi IV, H Awaluddin Sinring. Diskusi tak terelakkan selama kunjungannya.
“Izinkan kami menyampaikan maksud kunjungan kami ke Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan. Bagaimana kami mendapatkan masukan sebagai bahan untuk kami bawa pulang mengenai pengelolaan anggaran di Dinas Pariwisata Kabupaten Jeneponto. Harapannya, pengembangan pariwisata di daerah kami lebih meningkat dan lebih maksimal lagi”, jelas Aripuddin.
Menyikapi itu, Sekretaris DisBudPar SulSel yang lebih akrab disapa Dindo menyatakan, sesungguhnya kolaborasi dan sinergitas menjadi kunci keberhasilan berkembang tidaknya sektor pariwisata. Seperti halnya sektor lain, namun pariwisata baginya adalah ujung tombak bertumbuhnya seluruh sektor.
Dindo menyambut baik niatan dan sikap keterbukaan Legislator Jeneponto untuk menjalin koordinasi. Sejatinya telah menjadi awal serta langkah besar bagi DPRD Jeneponto terhadap pengembangan kepariwisataan. Sinergitas dan kolaborasi tercermin melalui saling memahami atas peran dan tanggung jawab yang diemban para pihak agar pariwisata Jeneponto maju pesat.
“Tanpa kolaborasi, koordinasi dan sinergitas antar pihak, Kabupaten/Kota tidak mencapai tujuan sebenarnya. Begitu pun (Pemerintah) Provinsi dan Pusat”, ujar Dindo.
Dicontohkan, pengembangan kepariwisataan di daerah yang kerap terkendala pembebasan lahan maupun hak kepemilikan dan pengelolaan lahan. Jika tidak dilakukan koordinasi, outputnya tentu kata Dindo, bisa fatal karena bisa menjadi sengketa dikemudian hari.
Karenanya, mengawali proses pembangunan infrastruktur pada khususnya, penting untuk menghadirkan semua pihak. Semisal, membangun destinasi wisata, lantas lahannya milik Kehutanan (Dinas/Kementerian), perlu dibahas sejauh mana rekomendasi bisa didapatkan sebagai alas hak pengelolaan dan pengembangan. Jika tanah itu milik masyarakat, maka harus ada bukti transaksi setelah pembelian dilakukan Pemerintah.
“Untuk Jeneponto, Saya yakinkan bahwa untuk mengembangkan pariwisata di sana, kami siap bertukar pikiran dan kami juga membuka ruang untuk diberi masukan. Daerah lain juga sama Saya kira”, tuturnya.
Kembali Dindo menerangkan, DisBudPar SulSel telah menggelontorkan sejumlah bantuan kepada Kabupaten/Kota, termasuk Jeneponto. Meski pada dasarnya, tidak seluruhnya dalam bentuk penganggaran ataupun keuangan.
Bantuan non fisik diantaranya pelatihan, workshop dan wujud kegiatan lain yang mengarah pada pengembangan dan peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia). Di samping bantuan berupa supporting terhadap tourism event (kegiatan pariwisata) seperti festival dan pesta adat.
“Kalau infrastruktur, kita juga bantu daerah. Tapi ini harus dipahami, pengusulannya setahun sebelumnya. Mengenai lahannya, harus ada hibah lokasi”, terang Dindo.
Lanjut Dindo, mewujudnyatakan sinergitas dan kolaborasi antar OPD (Organisasi Perangkat Daerah), dibutuhkan ketegasan dan kehadiran pucuk pimpinan daerah. Ditambah stakeholder dari legislatif, yudikatif, pengusaha, akademisi, media dan masyarakat sebagaimana pentahelix dijalankan optimal.
“Saya kira kalau di tengahnya itu hadir pemimpin-pemimpin kita, Inshaa Allah apa yang kita rencanakan bisa kita wujudkan”, tegasnya.
Ini sekaligus menjawab Wakil Ketua Komisi IV DPRD Jeneponto yang menyindir Pemerintah Provinsi (Pemprov) SulSel dan DisBudPar SulSel. Awaluddin menyatakan, belum ada bantuan yang nyata terlihat di Jeneponto dalam hal pengembangan kepariwisataan.
“Kami belum pernah melihat bentuk bantuan provinsi untuk pengembangan pariwisata di Jeneponto”, kata H Awaluddin Sinring.
Sementara pengembangan pariwisata yang dilakukan Pemerintah Daerah menurutnya cenderung ke arah pengembangan SDM. Yang mana diyakini olehnya pengembangan SDM harus dibarengi infrastruktur. Olehnya, dia minta pencerahan terkait arah kebijakan kepariwisataan untuk bisa pula diterapkan di Jeneponto.
“Saya melihat bahwa di Jeneponto pengembangan SDM itu lebih dominan. Apakah di dalam konsep wisata lebih banyak dalam pengembangan SDM atau infrastruktur?”, tanya dia.
Tiga kata menjadi jawaban pamungkas dari Dindo. Pariwisata bukan semata infrastruktur, bahkan tidak kurang destinasi yang ada tidak ditunjang infrastruktur hebat, justru banyak dikunjungi berbekal panorama ataupun keindahan alamnya.
“Pariwisata ada 3 hal, atraksi, amenitas dan aksesibilitas. Sebelum kita membangun dan mengembangkan destinasi menjadi luar biasa infrastrukturnya, dipikirkan dulu bagaimana tempat (wisata) itu bisa ramai. Ngapain kita bangun jalan sekian meter atau lift menuju Air Terjun Bossolo misalnya, kalau belum ramai dan belum perlu ada fasilitas seperti itu”, paparnya.
Tanpa disentuh lebih jauh infrastrukturnya, ketika potensi yang ada bisa dijual, niscaya wisatawan berkunjung dan terpikat untuk datang kembali. Hal itulah yang membuat destinasi wisata milik swasta lebih berkembang ketimbang yang dimiliki/dikelola Pemerintah.
Senada itu, Bruno S Rantetana selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Pariwisata (PSDP) DisBudPar SulSel yang mendampingi Dindo menyatakan, kepariwisataan bukan tanggung jawab sepenuhnya Dinas Pariwisata. Pengembangan sarana dan prasarana tetap diberikan amanah kepada instansi teknis terkait, satu contoh kata dia, jalan akses ranahnya Dinas PU. Sementara untuk transportasi bagian tanggung jawab Dinas Perhubungan untuk menghadirkan kendaraan seperti bus pariwisata, kapal, kereta ataupun penerbangan melalui pesawat.
“Saat ini kita ditekankan untuk mengembangkan Desa Wisata. Apalagi setelah Bapak Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif datang di SulSel. Ini bersamaan dengan Anugerah Desa Wisata, tentu tanggung jawab semua pihak untuk mensupport ini karena serta merta menjadi program unggulan pusat”, kata Bruno.
Dirinya menyinggung banyak terkait Desa Wisata. Terlebih Jeneponto, satu dari 24 Kabupaten/Kota di SulSel yang telah mendorong Desa Wisata setempat pada penganugerahan dimaksud.
Bruno meminta DPRD Jeneponto memberikan dukungan penuh sesuai fungsi dan peranannya. Dikatakan pula bahwa Desa Wisata tidak boleh diartikan sama dengan Wisata Desa, sehingga dalam mengembangkan kepariwisataan dapat lebih terarah. (*)