AMBAE.co.id – Makassar. Pandemi COVID-19 yang masih saja bergulir, seakan belum menampakkan tanda berakhir yang jelas. Fenomena yang melanda seluruh belahan dunia ini memaksa warganya melakukan inovasi.
Perubahan mengikuti kondisi, dimana terjadi dampak yang luar biasa terhadap seluruh sektor dan sendi-sendi kehidupan. Termasuk sektor pertanian yang juga dialami warga masyarakat di Dusun Bontotangnga, Desa Tamalate, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Lebih khusus mereka yang menggantungkan hidup pada hasil pertanian dengan memanfaatkan areal persawahan maupun perkebunan. Petani yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Tuminasai, mendapat angin segar dengan dilaksanakannya Program Kemitraan Masyarakat (PKM) melalui kegiatan “Peningkatan Pendapatan Petani Era Pandemi COVID-19 Melalui Pengembangan Tanaman Melon” oleh Universitas Hasanuddin Makassar.
Tim yang dipimpin Prof Dr Ir Elkawakib Syam’un MP selaku Koordinator, berjibaku memberikan pendampingan dan pembinaan kepada petani di satu dari 3 dusun yang ada di Desa Tamalate. Fokus pendampingan usahatani melon itu, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan pekarangan rumah sekalipun, karena lahan yang dibutuhkan tidak mesti luas layaknya menanam padi.
“Bahkan dengan luas lahan yang sempit, bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Perhektarnya mencapai 28 juta Rupiah. Artinya kalau punya lahan 0,25 hektar misalnya, dengan umur tanam sekitar 110 hari, bisa menghasilkan 42,5 juta Rupiah, ini lebih tinggi dari hasil tanaman jagung,” tegas Guru Besar Falultas Pertanian Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar itu.
Bersama sejumlah anggota timnya, pria yang akrab disapa Prof Elka, tak hanya sekedar memberikan penyuluhan. Namun lebih jauh mendampingi petani, mulai dari penyiapan lahan, pembuatan bedengan, pemasangan mulsa, pesemaian, dan penanaman. Tak tanggung-tanggung, sang Professor juga mendampingi petani untuk memasang ajir serta memelihara tanaman melon, guna memastikan metode tanam dan panen benar-benar menuai hasil optimal.
“Pasca 60 hari, melon sudah panen dan buahnya rata-rata berbobot 2 kilogram. Tiap hektar ditanami 17.000 tanaman melon, maka nantinya akan diproduksi kurang lebih 34 ton,” urai dia kepada AMBAE, Senin, 14 November 2022.
Prof Elka kembali menguraikan, pendapatan petani akan meningkat dari hasil panen yang melimpah tersebut. Pasalnya, jumlah panen yang mencapai 34.000 kilogram, jika dikalikan dengan harga jual saat ini berkisar 5 ribu Rupiah per kilogram, berarti petani bakal meraup hasil 170 juta Rupiah dalam tiap musim tanamnya.
“Melon digemari hampir semua lapisan masyarakat karena rasanya yang manis dan mampu menggugah selera. Ditambah umur panen yang singkat, sementara harganya tinggi, melon akan menjadi bisnis unggulan, baik itu bagi petani maupun bagi pedagang,” ujarnya.
Permintaan pasar terhadap buah melon cukup tinggi, disamping rasanya manis, juga karena menjadi sumber penghasil vitamin dalam pola menu makanan masyarakat Indonesia. Untuk kebutuhan industri, melon salah satu bahan baku yang penting, khususnya industri olahan.
Menanam melon dianggap efektif untuk menambah pundi-pundi pendapatan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Betapa tidak, masa tanam yang singkat mengantarkan penanaman melon dua kali lipat lebih cepat dibanding satu kali masa tanam jagung ataupun padi.
“Tanaman melon merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Karenanya kita meyakini bahwa dengan komoditas ini, potensinya besar untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, utamanya petani,” jelas sang Professor yang mengampu mata kuliah di Program Studi Ilmu Pertanian.
Melalui kegiatan yang berlangsung selama puncak Pandemi COVID-19 yakni ……., Tim dari UNHAS Makassar menargetkan mampu membantu akselerasi terhadap pembangunan ekonomi di desa. Dengan memberi penguatan di sektor pertanian yang berangkat dari desa, Kabupaten Takalar bisa bangkit dan maju seiring kebangkitan dan kemajuan Provinsi Sulawesi Selatan untuk menyokong Indonesia sebagai negara swasembada.
“Pendampingan budidaya tanaman melon ini, dalam rangka upaya penguatan sektor pertanian. Kita harapkan berimplikasi positif pada semakin menguatnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, akibat dari Pandemi COVID-19. Saya kira semua elemen harus hadir untuk menyelesaikan masalah dasar yang kita alami di tengah masyarakat, kami dari Universitas Hasanuddin dan semua komponen bangsa ini,” kunci Prof Elka.
Dia juga membeberkan sejumlah statistik yang seyogyanya patut mendapat perhatian serta kepedulian semua pihak. Diantaranya, jumlah petani bertambah gegara pengangguran yang meningkat di perkotaan. Pemberlakuan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) secara langsung ataupun tidak, berdampak pada sektor industri karena harus mengurangi biaya produksi dengan menutup pabrik, merumahkan karyawan, dan juga melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Akibatnya, pekerja di kota kembali ke desa dan bertani. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian meningkat dari 27,53 persen menjadi 29,76 persen pada tahun 2020.
Share Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian hanya 13 persen, harus menanggung 29,76 persen tenaga kerja. Hal seperti ini kata Prof Elka, tentu membuat beban yang berat di sektor pertanian.
“Dengan membaginya, kita bisa melihat bahwa produktivitas pertanian juga akan semakin menurun,” tutup dia.
Data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2021 menunjukkan, pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 12,18 juta jiwa atau sekitar 7,89 persen, sedangkan di pedesaan berkisar 15,37 juta jiwa atau 3,10 persen. Kurang lebih 46,3 rumah tangga miskin, bekerja di sektor pertanian. (*)