AMBAE.co.id – Gowa. Para penggiat literasi itu punya kepedulian, keberpihakan, juga punya visi dan mimpi. Selain itu, punya dedikasi pada masyarakat.
Penggiat literasi juga sejatinya, menjadikan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal, sebagai pijakannya dalam bergerak dan melakukan perubahan. Mereka ingin melihat masyarakat berpengetahuan, yang kritis dan tercerahkan.
Inilah beberapa catatan dari kegiatan Silaturahmi dan Diskusi Literasi yang diadakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Gowa, di Kampung Rewako, Desa Jenetallasa, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa pada Kamis, 23 Juni 2022.
Kegiatan bersama penggiat literasi se-Kabupaten Gowa itu, banyak mendapat masukan dari Plt Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kabupaten Gowa, Drs Mustamin Raga, M.Si. Dia memberikan gambaran tentang esensi dan filosofi perpustakaan dan gerakan literasi sebagai upaya memajukan peradaban.
Mustamin Raga juga mendorong hadirnya sebuah forum penggiat literasi sebagai wadah bersama. Menurutnya, para penggiat literasi yang tersebar di dataran tinggi dan rendah, akan jadi kekuatan jika berhimpun dalam satu forum.
“DPK Kabupaten Gowa akan memfasilitasi, sesuai tugas dan peran pemerintah,” imbuh Mustamin Raga.
Kegiatan itu dihadiri antara lain, Kabid Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Drs Azwar Said, MM, Irfan Latief, SE, pustakawan, dan staf DPK Kabupaten Gowa. Juga penggiat literasi dari berbagai latar belakang, seperti guru, mahasiswa, penulis, penerbit, dan pengelola taman baca.
Dalam pertemuan itu kemudian mengemuka usulan nama wadah tersebut. Yakni, LONTARA, akronim dari Lintas Komunitas Penggiat Literasi Warga Gowa. Lontara merupakan aksara yang ditulis pada daun lontar, merupakan aksara masyarakat Sulawesi Selatan.
Usul lain berupa perlunya regulasi dalam bentuk Peraturan Daerah tentang literasi di Kabupaten Gowa. Juga perlu membentuk Tim Pendamping Literasi Daerah tingkat Kabupaten Gowa.
Selain itu, juga dipandang perlu melakukan pendokumentasian terkait kerja-kerja di masing-masing komunitas. Sehingga nampak dan terukur tujuan maupun target yang ingin dicapai dalam rentang waktu tertentu.
“Sebaiknya, profil komunitas berikut aktivitasnya ditulis secara naratif, biar lebih bercerita,” usul Rusdin Tompo dari Komunitas Puisi (KoPi) Makassar, yang dikenal sebagai penulis dan editor buku.
Darmawan Denassa dari Rumah Hijau Denassa (RHD), yang tampil sebagai pemateri, juga menekankan pentingnya publikasi dari setiap komunitas.
Dia merasakan manfaat dari publikasi tentang komunitasnya. Itu diakui ikut mengantarnya sebagai penerima Kalpataru 2021.
Pria yang akrab disapa Denassa ini, berbagi pengalaman seputar bagaimana dia mengembangkan gerakan literasi secara konsisten di kampungnya, Borongtala, Kecamatan Bontonompo, sejak 2007.
Dia memang suka membuat catatan dan mendokumentasikan catatan-catatan itu. Dia membuat tulisan dan hasilnya dibelikan buku.
Lewat tulisan-tulisan itu, dia mempublikasikan RHD. Selain pentingnya publikasi, Denassa juga menyarankan perlunya berjejaring dan berkolaborasi, serta bikin strategi tujuan yang akan dicapai.
“Harus juga kerja keras. Karena hidup itu pilihan. Biar kita diingat, ada yang kita tinggalkan,” pesannya.
Denassa menekankan pentingnya 6 literasi dasar, yang perlu dikuasai yakni literasi baca-tulis atau literasi bahasa, literasi numerasi atau angka, literasi sains, literasi finansial, literasi budaya, dan kewargaan, serta literasi digital. Gerakan literasi itu mencakup literasi sekolah, literasi masyarakat, dan literasi keluarga. (*)