AMBAE.co.id – Makassar. Tak kurang dari 60 orang mengikuti “Workshop Peningkatan Kapasitas dan Kualitas Tata Kelola Destinasi” di Grand Imawan Hotel, Kota Makassar pada Rabu, 22 Juni 2022. Peserta merupakan para pemangku kepentingan dari 24 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulsel (Sulawesi Selatan).
Diantaranya OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sulsel, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (TN Babul), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Masyarakat Sadar Wisata (MASATA), Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA), Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI), dan pengelola destinasi wisata.
D Khaddafi atau biasa disapa Devo, menantang stakeholder yang tergabung dalam pentahelix tourism untuk melahirkan destinasi super prioritas. Saat ini ada 5 destinasi super prioritas di Indonesia yang dikembangkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Republik Indonesia yakni Mandalika, Labuan Bajo, Borobudur, Danau Toba, dan Likupang.
“Tahun depan harus lebih bagus dari tahun ini. Kita harus pastikan, 2023 kita masuk dalam super prioritas,” tegas Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Disbudpar) Sulsel itu.
Sulsel menurutnya tidak kalah hebat dibanding 33 provinsi lainnya. Pada 24 daerah di Sulsel, terdapat ratusan destinasi wisata, beberapa diantaranya menjadi unggulan dan amat layak jual bagi wisatawan.
Terbukti, tingginya tingkat kunjungan wisatawan, terutama sebelum Pandemi COVID-19. Dan kini berangsur-angsur membaik, wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara kembali berkunjung ke Sulsel.
Destinasi yang cukup menyedot perhatian seperti Pantai Bira di Kabupaten Bulukumba, Air Terjun Bantimurung di Kabupaten Maros, Taman Nasional Taka Bonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar, dan sejumlah destinasi wisata budaya di Toraja. Tentu kata Devo, diikuti dengan kehadiran atraksi, termasuk event-event lokal yang siap memanjakan wisatawan.
“Untuk tahun 2022 ini, kita mendorong 5 kegiatan di KEN (Kharisma Event Nusantara). Kita usulkan 10, diterima cuma 5, kita jadikan ini cambuk, motivasi agar lebih meningkat lagi kedepan,” imbuhnya.
Di hadapan peserta workshop, dirinya juga mendorong sinergitas dan kolaborasi dari semua pihak. Pariwisata tidak biaa jalan sendiri hanya dengan mengandalkan Disbudpar Sulsel, begitu pun Dinas Pariwisata Kabupaten dan Kota.
Namun harus bergandengan tangan, beriringan, saling mendukung, serta mengambil bagian yang menjadi tugas, tanggung jawab dan kapasitasnya. Sehingga pariwisata bisa berkontribusi lebih besar lagi, menjadi lokomotif bangkitnya Sulsel untuk Indonesia maju.
“Mari kita kerja sama-sama, ayo kembangkan destinasinya, obyeknya, eventnya, kita jadikan new episentrum-nya lagi pariwisata sulsel, kita kan sudah ada 8, seperti Makassar and beyond,” jelas dia yang sekaligus membuka workshop.
Karenanya kata Devo, buat lagi destinasi yang baru, event yang baru, atraksi yang baru. Menyinggung atraksi, dia berharap agar dapat disinkronisasikan dengan kebutuhan dan keinginan pasar, yang target utamanya wisatawan.
Workshop yang menghadirkan Burhanuddin B itu dihelat sehari oleh Disbudpar Sulsel melalui Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata. Didi yang juga adalah Ketua DPD HPI Sulsel, sepakat dengan Devo, bahwa pengembangan pariwisata harus dijalankan bersama 5 unsur pentaheliks pariwisata yakni Akademisi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah, dan Media.
“Membangun pariwisata, mengembangkan pariwisata, kita harus kolaborasi. Penataan dan pengelolaan destinasi, prinsipnya ekonomis, kolaboratif, sustainable, tidak eksploratif, dan unik,” kata Burhanuddin.
Senada disampaikan H Darwis, Dosen Politeknik Pariwisata (Poltekpar) Makassar yang juga dimandat menjadi narasumber. Disampaikan, potensi pariwisata yang dimiliki mesti sering dipublikasikan melalui media karena media juga bagian dari pentahelix yang amat berperan dalam pemasaran.
“Apapun kita bicarakan, tidak bisa kalau tidak ada partner. Media sangat berperan bagi kita, harus muncul sekali-sekali di TV yang sering ditonton. Jadi jangan tinggalkan pentahelix, mari kita fungsikan Pokdarwis-nya,” harap dia.
Sementara Didi Leonardo Manaba, Ketua DPD ASITA Sulsel mengatakan, dalam menjual paket wisata, pihaknya tidak mau dikungkung dengan adanya sekat karena batas wilayah, batas adminsitratif, serta saling bersaing yang tidak sehat.
“Misalnya Toraja, tidak ada lagi Tana Toraja atau Toraja Utara. Kami tidak mau menjual, dibatasi lagi dengan batas wilayah bahwa dia (daerah tertentu) sangat banyak pariwisatanya,” pungkasnya.
Ketiga narasumber, bahkan mendukung keinginan Devo yang menargetkan lahirnya destinasi super prioritas di Sulsel. Didi menambahkan, muncul fenomena akhir-akhir ini, jika membahas pariwisata, maka akan selalu dikaitkan dengan desa wisata.
Dimana desa wisata telah menjadi salah satu program prioritas Kemenparekraf/Baparekraf RI. Dia pun berharap, melalui pengembangan desa wisata akan mampu menyokong destinasi super prioritas.
Untuk itu, para pemangku kepentingan selayaknya memanfaatkan momen ini untuk mengarahkan setiap pengunjung yang datang ke daerah untuk bisa melihat potensi di desa wisata. Meski tujuan utamanya ke daerah dalam rangka urusan bisnis, sejatinya kata Didi, tetap berpeluang untuk menyentuh sektor pariwisata beserta seluruh sub sektor di dalamnya seperti homestay dan kuliner.
“Setiap orang yang berkunjung ke daerah Bapak/Ibu, arahkanlah melihat potensi yang daerah Bapak/Ibu miliki. Jadikanlah satu kewajiban, mau datang untuk urusan bisnis atau pariwisata, arahkan ke desa wisata, arahkan ke destinasi wisata,” kunci mantan Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Sulsel itu.
Destinasi wisata juga bisa menarik dikunjungi karena adanya penguatan cerita atau storytelling. Lantas kondisi sebenarnya dari destinasi wisata, penting untuk diinformasikan lebih awal kepada calon wisatawan, agar memahami paket wisata yang ditawarkan. (*)