Triple Helix Pilar Utama Pengembangan Ekraf

 

Workshop dalam rangka HUT DWP ke-22 diikuti kader organsiasi wanita se-Sulsel (13/12/21).

AMBAE.co.idMakassar. Berbicara di Novotel Hotel and Resort, Grand Shayla City Centre, Jalan Chairil Anwar Nomor 28, Sawerigading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar pada Senin (13/12/21), Kepala Disbudpar (Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan) Provinsi Sulsel (Sulawesi Selatan), Muhammad Jufri menyampaikan peran akademisi, pemerintah, dan industri terhadap pengembangan ekonomi kreatif.

“Pemerintah, industri, dan akademisi, biasa disebut The Triple Helix merupakan pilar utama yang harus diperkuat untuk mengembangkan ekonomi kreatif,” kata Jufri.

Akademisi atau kalangan intelektual menghadirkan SDM yang kreatif untuk menyokong industri kreatif bisa berkompetisi dengan industri dari luar negeri. Lalu melakukan kolaborasi yang apik dengan Pelaku Ekonomi Kreatif yang tersebar di seantero nusantara, paling tidak di wilayah Sulsel yang terdiri dari 24 Kabupaten dan Kota.

Pada sisi pemerintahan, diberlakukan regulasi-regulasi yang diharapkan pro terhadap pengembangan industri kreatif tanah air. Demikian halnya bantuan permodalan ataupun insentif serta kemudahan-kemudahan dalam mempercepat produksi dan pemasaran produk.

Sedangkan Pelaku Industri sedapat mungkin mengembangkan usaha yang digelutinya agar lebih berkualitas. Sehingga konsumen tertarik menggunakan produk secara berkesinambungan.

Untuk itu dibutuhkan update dan upgrade, mengikuti perkembangan zaman serta senantiasa mempelajari kondisi pasar agar tidak terpaut jauh antara selera konsumen dengan ketersediaan produk. Agar lebih optimal, peluang kerja dibuka selebar-lebarnya, seiring meluasnya kapasitas produksi.

“Itu tadi triple helix, kita juga harus memperkuat unsur lainnya yaitu technology dan financial,” tambahnya.

Industri dapat berkembang pesat jika didukung penggunaan teknologi tepat guna, tepat sasaran, dan tepat waktu. Era industri 4.0 saat ini malah cenderung mengarah pada pemanfaatan robot ataupun perangkat digital.

Tak hanya pada tatanan produksi, layanan penjualan hingga layanan konsumen pun demikian. Mempercepat akses dan memotong waktu yang dulunya relatif lama.

“Pola-pola seperti ini, Inshaa Allah akan mewujudkan loyality customer. Pelanggan akan datang, datang, dan datang lagi, berulang ke tempat kita karena kebutuhannya sesuai waktu yang ingin ia pakai. Produknya juga tentu bagus-bagus,” tuturnya.

Tak kalah pentingnya unsur keuangan atau financial. Jufri menegaskan bahwa pihaknya sangat “care” (peduli) untuk menghubungkan para Pelaku Industri Kreatif mendapatkan serapan dana melalui lembaga perbankan, koperasi, dan lembaga permodalan yang resmi dan telah terverifikasi oleh Otorisasi Jasa Keuangan (OJK).

Diketahui Jufri pagi itu didaulat sebagai salah seorang Narasumber “Workshop Peningkatan Kapasitas Kader Anggota Organisasi Perempuan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota” dengan tema “Membangun Ketahanan Perempuan Indonesia Melalui Kesehatan Mental dan Pemulihan Bisnis UMKM”. Masih rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Dharma Wanita Persatuan (HUT DWP) ke-22 yang jatuh pada 7 Desember lalu.

Diungkapkan, sektor ekonomi kreatif Indonesia merupakan penyumbang cukup besar terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Mencapai 1.100 Trilyun Rupiah.

“PDB kita di Indonesia, ini data tahun 2020 dari Focus Economy Outlook, disumbang dari ekonomi kreatif sebesar 1.100 Trilyun Rupiah. Meliputi subsektor kuliner, fesyen, dan kriya, masing-masing 71 persen, 41 persen, dan 14,9 persen,” paparnya.

Tentu kata Professor dengan keilmuan sebagai Psikolog murni itu, angka-angka yang diraih di tahun 2020 dapat lebih meningkat lagi jika benar-benar bersinergi dan berkaborasi ketiga unsur utama pengembangan ekraf tadi yakni industri. pemerintah, dan akademisi.

“Sekali lagi, 3 unsur ini, IBG (Intellectuals,
Business, Governments) harus berkolaborasi, bekerja sama dan bersinergi. Perlu dicatat dan diaplikasikan pesan Mas Menparekraf yang juga adalah Kepala Baparekraf RI, Mas Sandiaga Salahuddin Uno, untuk maju kuncinya inovatif, kolaboratif and adaptive,” tegas dia.

Multiplier effect-nya akan dirasakan banyak pihak, iklim untuk mulai menjalankan usaha akan makin kondusif. Kesemua itu kembali lagi pada kesiapan SDM yang handal dalam mengelola sebuah usaha.

Workshop selama sehari itu juga dihadiri Ketua DWP Sulsel, Sri Rejeki dan diikuti ratusan kader DWP maupun organisasi wanita yang ada di Sulsel seperti PKK, Dekranasda, Bhayangkari, Persit Kartika Chandra Kirana, Ikatan Adhyaksa Dharmakarini, dan Dharmayukti Karini. (*)