Wudhu Senjata Dasyat Melawan COVID-19

Arifuddin, Lc (kiri) berpose di Masjid Nabawi, Madinah, Saudi Arabia.

AMBAE.co.id – Bantaeng. Merebaknya Coronavirus Disease (COVID-19) di Indonesia tidak menghalangi jama’ah Masjid Besar Taqwa Tompong untuk tetap aktif melaksanakan serangkaian kegiatan keagamaan di Masjid yang berlokasi di Lingkungan Tompong, Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng.

Seperti halnya Shalat Jum’at berjama’ah sehari sebelumnya yang amat ramai. Pada Sabtu petang (21/03/20), selepas Shalat Maghrib berjama’ah berlangsung Pengajian.

Diawali dengan ceramah Islamiah oleh KH Arifuddin. Adalah Ustadz kawakan di Bantaeng yang kini menjabat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Gantarang Keke.

Arifuddin menegaskan bahwa wabah ini tidak serta merta harus ditakuti. Namun tidak pula harus menunjukkan sikap sangat berani bahkan cenderung ceroboh dengan tidak mengindahkan anjuran Pemerintah dan juga Menteri Kesehatan serta jajarannya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan.

“Wudhu merupakan senjata paling dasyat atas apapun yang Allah Swt ciptakan, termasuk penyakit. Wudhu itu membersihkan lahir dan bathin”, tegasnya.

Berwudhu dalam penjelasannya jauh lebih dalam dibanding menjaga kebersihan pada umumnya karena kebersihan itu diantaranya mandi. Sementara dengan berwudhu, berarti kita melakukan Thaharah.

Efek COVID-19 yang kini pandemi, manusia berlomba-lomba menjaga kebersihan diri, mencuci tangan dengan handitizer ataupun sabun. Tapi apakah penduduk Bantaeng semakin banyak yang meningkatkan proteksi diri dengan cara berwudhu.

“Ikuti perintah Menteri Kesehatan dan seluruh pasukannya, kalau ada perawat itulah pasukannya, pertama saran mereka jaga kesehatan. Kurang lebih 180 ribu jiwa penduduk Bantaeng, berapa banyak yang berwudhu di pagi hari, siang, sore, petang dan malam hari”, tuturnya.

Arifuddin juga menyesalkan jika himbauan Pemerintah untuk “sebaiknya mengganti Shalat Jum’at dengan Shalat Dhuhur”, lantas mereka nongkrong di Warkop (Warung Kopi) sebagai gantinya. Padahal hal itu bagian dari ikhtiar, terlebih jika merujuk Fatwa (MUI) Majelis Ulama Indonesia bahwa himbauan itu ditekankan pada wilayah yang sangat parah terhadap COVID-19.

“Terjadi di zaman Umar bin Khattab bahwa jika wabah itu terdapat di suatu wilayah, jangan masuk kesana dan mereka yang ada di sana jangan keluar”, ujarnya.

Kisah itu diriwayatkan dalam sebuah Hadits oleh Bukhari. “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu”.

Takdir sudah ditetapkan Allah Swt. Meski begitu, takdir jika belum terjadi kata dia bisa saja berubah karena kedasyatan do’a-do’a seorang hamba.

“Jika seluruh atap Masjid ini runtuh, maka semua yang ada di dalamnya akan mati. Disaat itu terjadi, kita berikhtiar dulu misalnya menyingkir, jika sudah kita lakukan lantas masih ditimpa beton misalnya dan mati, maka matinya mati syahid. Kita sudah berikhtiar sebelum takdir itu terjadi”, paparnya.

Sehingga penting menurutnya mengikuti himbauan Pemerintah. Dimana ditujukan untuk bisa memutus mata rantai penyebaran COVID-19 lebih cepat dan efektif.

Pengajian dilanjutkan alumnus Kairo, Mesir dengan Dzikir dan Do’a. Kala itu, Arifuddin membuka permohonan ampun dan memohon Ridho-NYA dengan sebuah do’a dasyat yang pernah diucapkan Nabi Yunus a.s. (Dzun Nuun).

“Laa ilaaha illaa anta, subhaanaka innii kuntu minazh zhoolimiin”.

Yang berarti, “Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zholim”.

Do’a yang sangat istimewa karena diabadikan Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat Al Anbiyaa (21) ayat 87. Demikian halnya pernah disebutkan Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam Tirmidzi dalam Hadits Nomor 3505. (*)