Meradang sakit selama kurang lebih 3 bulan, Tetta Lawa sempat dilarikan ke rumah sakit baik di Bantaeng maupun di Makassar. Menjalani perawatan dan pengobatan cukup serius hingga dirawat keluarganya di rumah pribadinya di Jalan Bolu, Kelurahan Letta.
Dalam perjalanannya, juga dirawat di rumah duka sebelum menghembuskan napas terakhirnya. Segala daya upaya keluarga dipersembahkan demi kesembuhan Tetta Lawa.
Sementara H Bia yang dikenal sebagai Isteri kedua Almarhum, oleh keluarga Tetta Lawa dianggap tidak ada perhatian sama sekali. Baik selama di rumah maupun saat berada di rumah sakit.
“Ri wattunna ni erang antama ri balla’ garring lompoa, injo bainenna makaruayya akkarena hape ji bawang. Inne lappung tau garring Daeng Lawa sanna’ posona napakua garringnna, mingka tena todo’ natturung”, jelas H Tutu.
Jika diterjemahkan berarti, “Saat dibawa (dan juga dirawat) masuk di rumah sakit besar (RSUD Bantaeng), isteri keduanya hanya bermain ponsel (HP) saja. Sementara si sakit (Daeng Lawa) sedang keras/parah dengan sesak napas dari sakit yang dideritanya, namun si isteri tidak jua mendatangi atau mendekati apalagi peduli dan merawatnya”.
H Tutu, adik dari Tetta Lawa disamping adik lainnya yakni H Lina Daeng Tonji dan H Saenab Daeng Sena’ menjadi semakin berang. Pasalnya Daeng Lawa yang diharapkannya mendapat perawatan intens dari sang isteri kedua diduga malah terlantar.
Akibatnya, Almarhum terus meradang sakit yang awalnya hanya sakit karena lelah. Namun berangkat dari sakit terpendam mendalam di hatinya bersama keluarganya membuat Almarhum mengalami sakit parah.
Diketahui Tetta Lawa menikah untuk kedua kalinya dengan harapan mendapat pendamping setia dan peduli untuk melalui masa tuanya. Kemudian berharap dirawat disaat sakit serta mendapat teman sejati tatkala dalam suasana suka maupun duka.
Kenyataan berkata lain, bukan hanya Tetta Lawa jadi korban ketidak pedulian sang pendamping. Anak-anaknya serta keluarganya pun terabaikan dan terlalaikan seolah dialah penguasa rumah milik Tetta Lawa sejak masih bersama isteri pertamanya, Daeng Kenna.
Fatalnya lagi, seluruh anaknya terusir dari rumah itu dari insan bernama Bia. Penyandang gelar Hajjah (sebutan Haji bagi Muslimah) itu tak lain adalah seorang Pengawas Sekolah di lingkungan Kementerian Agama Kabupaten Bantaeng.